Sebagaimana yang telah umat muslim ketahui bahwa arti ikhlas beramal merupakan hal yang penting. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya.
Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits di atas menunjukkan bahwa perkara niat ikhlas beramal menjadi penentu kesahihan suatu amal. Jika niatnya baik, tentu amalnya menjadi baik. Akan tetapi bila niatnya jelek, maka amal tersebut juga menjadi jelek. Hal ini sebagaimana penjelasan dalam kitab ad-Durrah as-Salafiyah, halaman 26.
Sehingga segala amalan yang dilakukan dengan tidak ikhlas yakni tidak semata hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah, akan jadi sia-sia. Mungkin akan menghasilkan di dunia, namun takan berarti apapun di akhirat. Bahkan tak jarang, amalan yang tidak ikhlas, tidak memperoleh hasilnya di dunia sekaligus di akhirat.
Hadits tersebut memberi faedah bahwa setiap perbuatan yang sifatnya bukan ibadah tak akan bisa menghasilkan pahala terkecuali bila pelakunya meniatkan perbuatan itu dalam rangka menghatapkan keridhoan Allah. Contohnya: perbuatan makan sebenarnya bisa mendatangkan banyak pahala bila diniatkan untuk memberikan asupan gizi bagi tubuh agar tetap sehat dan kuat menjalani aktivitas dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Mengenai pentingnya ikhlas beramal, Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur’an surah Al Mulk ayat 2, yang artinya “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian. Siapakah di antara kalian orang yang paling baik amalnya.”
Imam al-Fudhail bin ‘Iyadh menafsirkan makna kalimat “yang paling baik amalnya” yaitu orang paling ikhlas, sekaligus paling benar. Jika amal tersebut ikhlas tetapi tak benar, maka akan tertolak. Begitu pula bila suatu amalan telah benar tetapi tak ikhlas, maka amal tersebut tertolak pula. Ikhlas adalah apabila sesuatu dilakukan karena Allah. Sedangkan “Benar” yakni apabila amalan tersebut dikerjakan sebagaimana sunnah/tuntunan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Mutharrif bin Abdullah rahimahullah pernah mengatakan bahwa “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.”
Ulama lain yakni Ibnu al-Mubarak rahimahullah pernah mengatakan bahwa, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niatnya. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niatnya.”
Sedangkan Asy Syathibi rahimahullah pernah mengatakan, “Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.”
Ikhlas beramal sangat dijunjung tinggi dalam ajaran islam. Namun perkara ini, sangat membutuhkan ilmu, latihan yang terus menerus agar hati terbiasa ikhlas beramal.