Satu sore, Pak Jumadi pulang ke rumah kecilnya. Di rumah, Bandi, anak satu-satunya Pak Jumadi, sudah menunggu dengan pekerjaan rumah dari sekolah yang menumpuk. Dengan senyum, Pak Jumadi membalas, “Bapak mandi dulu ya, nak”.
Selesai mandi, Pak Jumadi langsung menemani anaknya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tersebut. Ada PR IPA, Bahasa Inggris, dan matematika. Pak Jumadi paham kalau anaknya sulit mengerjakan contoh soal matematika, alhasil ia mengajarkan anaknya lagi di rumah.
Di tengah-tengah belajar, anaknya mengajak bepergian karena guru memberi tugas menulis mengenai pengalaman bepergian. Mendengar hal itu, Pak Jumadi langung berjanji bahwa mereka akan berangkat ke Jogja minggu depan.
Keesokan harinya, Pak Jumadi menghadap ke boss untuk mengajukan permohonan cuti selama 1 minggu. Ia tahu benar siapa yang akan ia hadapi dan benar saja sesuatu terjadi. “Kamu ini gimana? Cuti satu minggu? Itu waktu yang lama untuk cuti! Logika kamu kemana?”.
” Tapi ini untuk anak saya, pak. Anak saya ada tugas untuk menulis pengalaman bepergian. Saya tidak bisa membiarkan dia pergi sendiri. Saya mau menemani dia”, ujar Pak Jumadi.
“Apapun alasannya, cuti sepanjang itu tidak boleh! Kamu ini bodoh atau gimana ya?”, teriak si boss. Mendengar kata ‘bodoh’ terselip, Pak Jumadi naik pitam. “Baik, Pak. Anda boleh melarang, tapi jangan katakan saya ‘bodoh’ karena saya mengharamkan kata itu.”
Pak Jumadi langsung pergi dari hadapan boss dengan kesal. “Satu lagi, pak! Anda tidak akan pernah tahu mengenai anak-anak hingga anda mempunyai seorang anak. Itulah mungkin kenapa Tuhan masih belum memberi anda keturunan.”
Mendengar hal itu, boss tercengang dan tertegun. Jauh dalam hati, ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Pak Jumadi.
Malam harinya, Pak Jumadi ragu-ragu untuk memberitahu bahwa ia tidak bisa cuti. Ia takut mengecewakan anaknya. “Nak, bapak mau bilang kalau…”, ucapannya terpotong. Seseorang mengetuk pintu.
Segera, Pak Jumadi membuka pintu dan melihat ada pak boss di depan pintu. Hati Pak Jumadi berdebar. Ia takut pak boss marah atas ucapannya tadi siang. “Pak Boss… aduh, saya minta maaf pak.”
“Sudah, saya yang seharusnya minta maaf. Kamu benar soal tadi siang. Saya menyadari bahwa saya terlalu keras kepada bawahan saya. Bukan kamu saja yang saya tolak untuk cuti, banyak. Ya sudahlah, saya memberikan cuti kepada kamu untuk membantu anakmu. Kamu pantas untuk mendapatkannya.”
Pak Jumadi sumringah. Ia segera menghampiri anaknya dan menyuruh anaknya untuk membereskan baju karena esok hari, mereka akan pergi ke Jogja. Tak lupa, Pak Jumadi mengucapkan terima kasih kepada Pak Boss.
Di kereta, Pak Jumadi menceritakan mengenai Pak Bossnya tersebut. “Kok bisa ya pak?”, tanya anaknya. “Ya itu kebesaran Tuhan, nak!”, ujar pak Jumadi. “Tuhan itu dekat, sedekat hati kita dengan keyakinan terhadapnya, sedekat geometri dengan bangun ruang. Ketika Tuhan mengetuk, adakah yang tidak terbuka?”
Inspirasi:
Kehidupan memang tidak bisa diprediksi. Kadang kamu bisa melakukan hal yang tidak biasa, kadang hal menakjubkan terjadi. Yang paling penting adalah Tuhan telah menjadi pengatur yang baik. Ketika logika manusia sulit mengatakan ‘saya bisa”, Tuhan dengan lantang mengatakan ‘saya bisa.’
Lakukan yang terbaik dan biarkan Tuhan menunjukkan keagungannya padamu! Bagi Tuhan, tidak ada kemustahilan. Semoga anda mampu mendapatkan inspirasi dari cerita ini dan terus berharap!